Nama : Fatimah
Gelar : Az-Zahra’
Julukan : Ummu Aimmah, Sayyidatu nisâil `âlamîn, Ummu Abihâ.
Ayah : Muhammad Rasulullah saw
Ibu : Khadijah Al-Kubra
Tempat/Tgl Lahir : Mekkah, hari Jum’at, 20 Jumadits Tsani
Hari/Tgl Wafat : Selasa, 3 Jumadits Tsani 11 H.
Umur : 18 tahun.
Makam : Baqi’, Madinah Al-Munawwarah.
Jumlah putera dan puteri : 2 laki-laki, dan 2 perempuan.
Laki-laki : Al-Hasan dan Al-Husein
Perempuan : Zainab dan Ummu Kaltsum.
Fatimah as adalah salah seorang puteri Rasulullah saw. Ia merupakan
wanita yang paling mulia kedudukannya. Kemuliaannya diperoleh sejak
menjelang kelahirannya, ketika kelahirannya dibidani oleh 4 wanita suci.
Ketika menjelang kelahirannya ibunda tercintanya Khadijah Al-Khubra as
meminta tolong kepada wanita-wanita Qurays tetangganya. Tapi mereka
menolaknya sambil mengatakan kepadanya bahwa ia telah mengkhianati
mereka mendukung Muhammad. Saat itu ia bingung kepada siapa harus minta
tolong untuk melahirkan puteri tercintanya. Saat kebingungan Khadijah as
mengatakan: “Aku terkejut luar biasa ketika aku menyaksikan empat
wanita yang berwajah cantik dilingkari cahaya, yang sebelumnya aku tidak
aku kenal mereka. Mereka mendekatiku, Saat aku dalam keadaan yang
cemas, salah seorang dari mereka menyapaku: Aku adalah Sarah ibunda
Ishaq; dan yang tiga yang menyertaiku adalah Maryam ibunda Isa, Asiah
puteri Muzahim, dan Ummu Kaltsum saudara perempuan Musa. Kami semuanya
diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkan ilmu kebidanan kami jika anda
bersedia. Sambil mengatakan hal itu, mereka duduk di sekitarku dan
memberikan pelayanan sampai puteriku Fatimah as lahir.”
Fatimah as berbicara saat dalam Kandungan
Sejak masih dalam kandungan ibundanya, Fatimah as sering menghibur dan
mengajak bicara ibunya. Rasulullah saw bersabda: “Jibril datang kepadaku
dengan membawa buah apel dari surga, kemudian aku memakannya lalu aku
berhubungan dengan Khadijah lalu ia mengandung Fatimah. Khadijah
berkata: “Aku hamil dengan kandungan yang ringan. Ketika engkau keluar
rumah janin dalam kandunganku mengajak bicara denganku. Ketika aku akan
melahirkan janinku aku mengirim utusan pada perempuan-perempuan Quraisy
untuk dapat membantu melahirkan janinku, tapi mereka tidak mau datang
bahkan mereka berkata: Kami tidak akan datang untuk menolong isteri
Muhammad. Maka ketika itulah datanglah empat perempuan yang berwajah
cantik dan bercahaya, dan salah dari mereka berkata: Aku adalah ibumu
Hawa’; yang satu lagi berkata: Aku adalah Asiyah binti Muzahim; yang
lain berkata: Aku adalah Kaltsum saudara perempuan Musa; dan yang lain
lagi berkata: Aku adalah Maryam binti Imran ibunda Isa. Kami datang
untuk menolong urusanmu ini. Kemudian Khadijah berkata: Maka lahirlah
Fatimah dalam kedaan sujud dan jari-jarinya terangkat seperti orang
sedang berdoa.” (Dzakhâir Al-`Uqbâ, halaman 44)
Menjelang usia 5
tahun, Fatimah as ditinggal wafat oleh ibunda tercintanya. Sehingga ia
harus menggantikan posisi ibunya, berkhidmat kepada ayahnya, membantu
dan menolong Rasululah saw. Sehingga ia mendapat gelar Ummu Abiha (ibu
dari ayahnya). Tidak jarang Fatimah as menyaksikan ayahnya disakiti
orang-orang kafir Quraisy. Ia menangis saat-saat menyaksikan ayahnya
menghadapi ujian yang berat akibat prilaku orang-orang kafir Quraisy.
Bahkan tangan Fatimah yang berusia kanak-kanak yang membersihkan kotoran
di kepala ayahnya saat melempari Rasulullah saw dengan kotoran.
Fatimah as buah surga dan tidak pernah haid. Aisyah berkata bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku diperjalankan ke langit, aku
dimasukkan ke surga, lalu berhenti di sebuah pohon dari pohon-pohon
surga, dan aku tidak melihat yang lebih indah dari pohon yang satu itu,
daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian aku mendapatkan
buahnya lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di sulbiku. Setelah aku
sampai di bumi aku berhubungan dengan Khadijah kemudian ia mengandung
Fatimah. Setelah itu setiap aku rindu bau surga aku mencium bau
Fatimah.” (tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra’: 1; Mustadrak
Ash-Shahihayn 3: 156)
Fatimah as digelari Az-Zahra’
Abban bin Tughlab pernah bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq as:
Mengapa Fathimah digelari Az-Zahra’? Ia menjawab: “Karena Fathimah as
memacanrkan cahaya pada Ali bin Abi Thalib tiga kali di siang hari.
Ketika ia melakukan shalat sunnah di pagi hari, dari wajahnya memancar
cahaya putih sehingga cahayanya memancar dan menembus ke kamar banyak
orang di Madinah dan dinding rumah mereka diliputi cahaya putih. Mereka
heran atas kejadian itu, lalu mereka datang kepada Rasulullah saw dan
menanyakan apa yang mereka saksikan. Kemudian Nabi saw menyuruh mereka
datang ke rumah Fathimah. Lalu mereka mendatanginya, ketika sampai di
rumahnya mereka melihat Fathimah sedang shalat di mihrabnya. Mereka
melihat cahaya di mihrabnya, cahaya itu memancar dari wajahnya, sehingga
mereka tahu bahwa cahaya yang mereka saksikan di rumah mereka adalah
cahaya yang terpancar dari wajah Fathimah as.
Ketika Fathimah
as melakukan shalat sunnah di tengah hari cahaya kuning memancar dari
wajahnya, cahaya itu menembus ke kamar rumah orang banyak, sehingga
pakaian dan tubuh mereka diliputi oleh cahaya berwarna kuning. Lalu
mereka datang kepada Rasulullah saw dan bertanya tentang apa yang mereka
saksikan. Nabi saw menyuruh mereka datang ke rumah Fathimah as, saat
itu mereka melihat dia sedang berdiri dalam shalat sunnah di mihrabnya,
cahaya kuning itu memancar dari wajahnya pada dirinya, ayahnya, suaminya
dan anak-anaknya, sehingga mereka tahu bahwa cahaya yang mereka
saksikan itu adalah berasal dari cahaya wajah Fathimah as.
Ketika Fathimah as melakukan shalat sunnah di punghujung siang saat mega
merah matahari telah tenggelam wajah Fathimah memancarkan cahaya merah
sebagai tanda bahagia dan rasa syukur kepada Allah Azza wa Jalla. Cahaya
itu menembus ke kamar orang banyak sehingga dinding rumah mereka
memerah. Mereka heran atas kejadian itu. Kemudian mereka datang lagi
kepada Rasulullah saw menanyakan kejadian itu. Nabi saw menyuruh mereka
datang ke rumah Fathimah as. Ketika sampai di rumah Fathimah mereka
melihat ia sedang duduk bertasbih dan memuji Allah, mereka melihat
cahaya merah memancar dari wajahnya. Sehingga mereka tahu bahwa bahwa
cahaya yang mereka saksikan itu berasal dari cahaya wajah Fathimah as.
Cahaya-cahaya itu selalu memancar di wajahnya, dan cahaya itu diteruskan
oleh putera dan keturunannya yang suci hingga hari kiamat.” (Bihârul
Anwar 43: 11, hadis ke 2)
Fatimah as digelari penghulu semua perempuan
Fatimah as mendapat gelar penghulu semua perempuan (sayyidatu nisâil
`alamîn). Aisyah berkata: Fatimah as datang kepada Nabi saw dengan
berjalan seperti jalannya Nabi saw. Kemudian Nabi saw mengucapkan:
“Selamat datang duhai puteriku.” Kemudian beliau mempersilahkan duduk di
sebelah kanan atau kirinya kemudian beliau berbisik kepadanya lalu
Fatimah menangis. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya: “Mengapa kamu
menangis?” Kemudian Nabi saw berbisik lagi kepadanya. Lalu ia tertawa
dan berkata: Aku tidak pernah merasakan bahagia yang paling dekat dengan
kesedihan seperti hari ini. Lalu aku (Aisyah) bertanya kepada Fatimah
tentang apa yang dikatakan oleh Nabi saw. Fatimah menjawab: Aku tidak
akan menceritakan rahasia Rasulullah saw sehingga beliau wafat. Aku
bertanya lagi kepadanya, lalu ia berkata: (Nabi saw berbisik kepadaku):
“Jibril berbisik kepadaku (Rasulullah saw), Al-Qur’an akan menampakkan
padaku setiap setahun sekali, dan ia akan menampakkan padaku tahun ini
dua kali, aku tidak melihatnya kecuali datangnya ajalku, dan engkau
adalah orang pertama dari Ahlul baitku yang menyusulku.” Lalu Fatimah
menangis. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah kamu ridha menjadi
penghulu semua perempuan ahli surga atau penghulu semua isteri
orang-orang yang beriman?” Kemudian Fatimah tertawa. (Shahih Bukhari,
kitab Awal penciptaan, bab tanda-tanda kenabian dalam Islam; Musnad
Ahmad 6: 282, hadis ke 25874)
Fatimah as menyerupai Nabi saw
Aisyah Ummul mukminin berkata: Aku tidak pernah melihat seorangpun yang
paling menyerupai Rasulullah saw dalam sikapnya, berdiri dan duduknya
kecuali Fatimah puteri Rasulullah saw. Selanjutnya Aisyah berkata: Jika
Fatimah datang kepada Nabi saw, beliau berdiri menyambut kedatangannya,
dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya. Demikian juga jika Nabi saw
datang kepadanya ia berdiri menyambut kedatangan beliau dan
mempersilahkan duduk di tempat duduknya…” (Shahih At-Tirmidzi 2: 319,
bab keutamaan Fathimah; Shahih Bukhari, bab Qiyam Ar-Rajul liakhihi,
hadis ke 947; Shahih Muslim, kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail
Fathimah)
Marah Fatimah as Marah Rasulullah saw
Rasulullah saw bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku,
barangsiapa yang membuatnya marah ia telah membuatku marah.” (Shahih
Bukhari, kitab awal penciptaan, bab manaqib keluarga dekat Rasulullah
saw; Kanzul Ummal 6: 220, hadis ke 34222)
Sakit Fatimah as Sakit Rasulullah saw
Rasulullah saw bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku,
menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa
saja yang menyakitinya.” (Shahih Bukhari, kitab Nikah; Shahih Muslim,
kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail Fathimah; Musnad Ahmad bin Hanbal
4: 328, hadis ke 18447)
Sebagian Karamah Fatimah Az-Zahra’ as
Jabir Al-Anshari, salah seorang sahabat Nabi saw berkisah bahwa
beberapa hari Rasulullah saw tidak makan sedikit pun makanan sehingga
diriku lemas, kemudian beliau mendatangi isteri-isteriku untuk
mendapatkan sesuap makanan, tapi tidak mendapatkannya di rumah mereka.
Lalu beliau mendatangi Fatimah as dan berkata: “Wahai puteriku, apakah
kamu punya makanan untuk aku? aku lapar. Fatimah as berkata: Demi Allah,
demi ayahku dan ibuku, aku tidak punya makanan.
Ketika
Rasulullah saw keluar dari rumah Fatimah as, ada seorang perempuan
mengirimkan dua potong roti dan sepotong daging, lalu Fatimah as
mengambilnya dan meletakkannya dalam mangkok yang besar dan menutupinya.
Fatimah as berkata: Sungguh makanan ini aku akan utamakan untuk
Rasulullah saw daripada diriku dan keluargaku. Padahal mereka juga
membutuhkan sesuap makanan.
Fatimah as berkata: Lalu aku
mengutus Al-Hasan dan Al-Husein kepada kakeknya Rasulullah saw. Kemudian
Rasulullah saw datang padaku. Aku berkata: Ya Rasulallah, demi ayahku
dan ibuku, Allah telah mengkaruniakan kepada kami sesuatu, lalu aku
menyimpannya untuk kupersembahkan kepadamu.
Fatimah as berkata:
Ada seseorang mengantarkan makanan padaku, lalu aku meletakkannya dalam
mangkok besar dan aku menutupinya. Saat itu juga dalam mangkok itu
penuh dengan roti dan daging. Ketika aku melihatnya aku takjub. Aku tahu
bahwa itu adalah keberkahan dari Allah swt, lalu aku memuji Allah swt
dan bershalawat kepada Nabi-Nya.
Rasulullah saw bertanya: “Dari
mana makanan ini wahai puteriku?” Fatimah menjawab: Makanan ini datang
dari sisi Allah, sesungguhnya Allah mengkaruniakan rizki kepada orang
yang dikehendaki-Nya dari arah yang tak terduga. Kemudian Rasulullah saw
mengutus seseorang kepada Ali as lalu ia datang. Rasulullah saw, Ali,
Fatimah, Al-Hasan, Al-Husein as dan semua isteri Nabi saw makan makanan
itu sehingga mereka merasa kenyang, dan makanan itu tetap penuh dalam
mangkok itu.
Fatimah as berkata: Lalu aku juga mengantarkan
makanan itu pada semua tetanggaku, Allah menjadikan dalam makanan itu
keberkahan dan kebaikan yang panjang waktunya. Padahal awalnya makanan
dalam mangkok itu hanya dua potong roti dan sepotong daging, selebihnya
adalah keberkahan dari Allah swt.
Dalam hadis yang lain disebutkan
bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada Fatimah dan Ali as: “Segala
puji bagi Allah yang tidak mengeluarkan kalian berdua dari dunia
sehingga Allah menjadikan bagimu (Ali) apa yang telah terjadi pada
Zakariya, dan menjadikan bagimu wahai Fatimah apa yang telah terjadi
pada Maryam. Inilah yang dimaksudkan juga dalam firman Allah swt:
“Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrabnya, ia dapati
makanan di sisinya.” (Ali-Imran: 37).
Kisah dan riwayat ini terdapat di dalam:
1.Tafsir Al-Kasysyaf, Az-Zamakhsyari, tentang tafsir surat Ali-Imran: 37.
2.Tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang ayat ini.
Ini adalah hanya sebagian dari pribadi Fatimah Az-Zahra as yang bisa
kami ungkapkan. Masih banyak lagi tentang keutamaan dan karamahnya tak
mungkin diungkapkan dalam tulisan yang sangat singkat ini, karena akan
membutuhkan buku yang sangat tebal jika hendak diungkapkan secara lebih
detail.
Selasa, 18 Juni 2013
Jumat, 19 April 2013
KEUTAMAAN ISTIQAMAH
Yang dimaksud istiqomah adalah
menempuh jalan (agama) yang lurus
(benar) dengan tidak berpaling ke kiri
maupun ke kanan. Istiqomah ini
mencakup pelaksanaan semua bentuk
ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin,
dan meninggalkan semua bentuk
larangan-Nya.[1] Inilah pengertian
istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu
Rajab Al Hambali.
Di antara ayat yang menyebutkan
keutamaan istiqomah adalah firman
Allah Ta’ala,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺭَﺑُّﻨَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻘَﺎﻣُﻮﺍ ﺗَﺘَﻨَﺰَّﻝُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ ﺍﻟْﻤَﻼﺋِﻜَﺔُ ﺃَﻻ ﺗَﺨَﺎﻓُﻮﺍ ﻭَﻻ ﺗَﺤْﺰَﻧُﻮﺍ ﻭَﺃَﺑْﺸِﺮُﻭﺍ ﺑِﺎﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻛُﻨْﺘُﻢْ َﻥﻭُﺪَﻋﻮُﺗ
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”
kemudian mereka istiqomah pada
pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan
mengatakan): “Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa
sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS.
Fushilat: 30)
Yang dimaksud dengan istiqomah di sini
terdapat tiga pendapat di kalangan ahli
tafsir:
1. Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana
yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash
Shidiq dan Mujahid,
2. Istiqomah dalam ketaatan dan
menunaikan kewajiban Allah,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
3. Istiqomah di atas ikhlas dan dalam
beramal hingga maut menjemput,
sebagaimana dikatakan oleh Abul
‘Aliyah dan As Sudi.[2]
Dan sebenarnya istiqomah bisa
mencakup tiga tafsiran ini karena
semuanya tidak saling bertentangan.
Inilah yang
menunjukkan keutamaan seseorang
yang bisa istiqomah.
Al Hasan Al Bashri ketika membaca
ayat di atas, ia pun berdo’a,
“Allahumma anta robbuna, farzuqnal
istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah
Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan
pada kami).”
Kiat Agar Tetap Istiqomah
Ada beberapa sebab utama yang bisa
membuat seseorang tetap teguh dalam
keimanan.
Pertama: Memahami dan
mengamalkan dua kalimat syahadat
dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman, ﻳُﺜَﺒِّﺖُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِ ﺍﻟﺜَّﺎﺑِﺖِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻳُﻀِﻞُّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻳَﻔْﻌَﻞُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣَﺎ ُﺀﺎَﺸَﻳ “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27) Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut. ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﺇِﺫَﺍ ﺳُﺌِﻞَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻳَﺸْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﻰِﻓَﻭ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﻰِﻓ ِﺖِﺑﺎَّﺜﻟﺍ ِﻝْﻮَﻘْﻟﺎِﺑ ﺍﻮُﻨَﻣﺁ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﺖِّﺒَﺜُﻳ : ُﻪُﻟْﻮَﻗ َﻚِﻟَﺬَﻓ ، ِﻪَّﻠﻟﺍﺍﻵﺧِﺮَﺓِ . “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.“[9] Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya. [10] Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah. Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman, ﻗُﻞْ ﻧَﺰَّﻟَﻪُ ﺭُﻭﺡُ ﺍﻟْﻘُﺪُﺱِ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻚَ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻟِﻴُﺜَﺒِّﺖَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻫُﺪًﻯ ﻭَﺑُﺸْﺮَﻯ َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻠِﻟ “Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)[11] menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102) Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah. Pelajari ibadah yang paling membuat kita nyaman dan memahami ilmunya dengan baik . Ada orang yang mampu menghapal Al Quran dengan baik, ada orang yang bagus tahajudnya, ada yang bagus shaum Senin-Kamis atau shaum Daud-nya kuat, ada yang bagus wiridnya, ada yang bagus sedekahnya. Lakukan ibadah secara bertahap saja karena Allah juga sudah tahu persis keterbatasan kita, yang penting kualitasnya terjaga.
Allah Ta’ala berfirman, ﻳُﺜَﺒِّﺖُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِ ﺍﻟﺜَّﺎﺑِﺖِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻳُﻀِﻞُّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻳَﻔْﻌَﻞُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣَﺎ ُﺀﺎَﺸَﻳ “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27) Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut. ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﺇِﺫَﺍ ﺳُﺌِﻞَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻳَﺸْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﻰِﻓَﻭ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﻰِﻓ ِﺖِﺑﺎَّﺜﻟﺍ ِﻝْﻮَﻘْﻟﺎِﺑ ﺍﻮُﻨَﻣﺁ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﺖِّﺒَﺜُﻳ : ُﻪُﻟْﻮَﻗ َﻚِﻟَﺬَﻓ ، ِﻪَّﻠﻟﺍﺍﻵﺧِﺮَﺓِ . “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.“[9] Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya. [10] Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah. Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman, ﻗُﻞْ ﻧَﺰَّﻟَﻪُ ﺭُﻭﺡُ ﺍﻟْﻘُﺪُﺱِ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻚَ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻟِﻴُﺜَﺒِّﺖَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻫُﺪًﻯ ﻭَﺑُﺸْﺮَﻯ َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻠِﻟ “Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)[11] menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102) Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah. Pelajari ibadah yang paling membuat kita nyaman dan memahami ilmunya dengan baik . Ada orang yang mampu menghapal Al Quran dengan baik, ada orang yang bagus tahajudnya, ada yang bagus shaum Senin-Kamis atau shaum Daud-nya kuat, ada yang bagus wiridnya, ada yang bagus sedekahnya. Lakukan ibadah secara bertahap saja karena Allah juga sudah tahu persis keterbatasan kita, yang penting kualitasnya terjaga.
Langganan:
Postingan (Atom)